Homo floresiensis terbukti sebagai Fosil nenek moyang manusia yang lain

.

Sejak penemuannya pada tahun 2003, ilmuwan telah memperdebatkan apakah Homo floresiensis merupakan spesies Homo yang berbeda, mungkin berasal dari sebuah pulau populasi Homo erectus kerdil, atau manusia modern yang mengalami kelainan patologis. Kecilnya ukuran otak bias jadi merupakan hasil dari sejumlah penyakit, misallnya kelainan dikenal sebagai microcephaly.
                                             tengkorak Homo floresiensis rahang bawah rekontruksi

Berdasarkan analisis dari 3-D Data penting dari permukaan tengkorak, ilmuwan dari Stony Brook University di New York, Senckenberg Center for Human Evolution dan Palaeoenvironment, Eberhard Karls Universität Tübingen dan University of Minnesota menemukan bukti yang mendukungan hipotesis bahwa Homo floresiensis adalah spesies Homo lain yang berbeda.


Asal usul dari Homo floresiensis masih jauh diperdebatkan. Pertanyaan kritis yang terus diperdebatkan adalah, Apakah Homo floresiensis itu mewakili spesies hominin punah? Atau mungkin adalah populasi Homo erectus, yang bertubuh kecil disebabkan oleh dwarfisme? Atau, bahkan tengkorak manusia modern dengan kelainan otak dan tengkorak seperti mikrosefali, Laron Syndrome atau hipotiroid endemik (kretinisme)?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ilmuwan mengunakan metode 3-D morfometrik geometris untuk membandingkan bentuk specimen tengkorak LB1 (tengkorak tanpa rahang bawah) dengan beberapa fosil manusia, serta dengan sampel tengkorak manusia moderen dengan kondisi patologis seperti microcephaly atau yang lainnya. Metode morfometrik geometris menggunakan anatomi koordinat 3D landmark permukaan cranial. pencitraan komputer dan data statistik yang dihasilkan digunakan untuk mencapai bentuk rinci dari beberapa specimen tersebut.
                                                  hasil rekontruksi wajah Homo floresiensis
Studi ini adalah studi yang paling komprehensif untuk mengevaluasi berbagai hipotesis tentang status Homo floresiensis yang saling bertentangan. Studi ini menemukan bahwa tengkorak LB1 menunjukkan afinitas yang lebih besar untuk sampel fosil manusia baru, daripada manusia modern yang mengalami kelainan patologis. Meskipun ada beberapa kesamaan dangkal yang ditemukan antara fosil, LB1, dan tengkorak manusia modern dengan kelainan patologi.

"Temuan kami menyediakan bukti yang paling komprehensif untuk menghubungkan tengkorak Homo floresiensis dengan fosil spesies manusia yang punah daripada dengan manusia modern berkelainan patologis. Studi kami membantah hipotesis bahwa spesimen ini merupakan manusia modern dengan kondisi patologis, seperti mikrosefali," jelas para ilmuwan.

Sumber : dailyscience