Sergio Canavero, seorang dokter di Kota Turin, Italia, membeberkan,
cangkok kepala manusia sudah bisa dilaksanakan dalam waktu yang tak terlalu
lama. Canavero berharap bisa membentuk sebuah tim dokter untuk mengeksplorasi
pembedahan radikal ini dalam sebuah proyek ambisius yang akan diluncurkan dalam
sebuah pertemuan para pakar bedah saraf di Maryland, AS, pertengahan tahun ini.
Jika tim ini terbentuk, maka langkah ambisius selanjutnya adalah
melakukan transplantasi kepala manusia pada 2017. Selama bertahun-tahun,
Canavero mengklaim, ilmu kedokteran telah mengalami kemajuan pesat hingga
mencapai titik yang memungkinkan sebuah transplantasi tubuh secara penuh.
Namun, klaim Canavero ini masih dianggap tak masuk akal, menakutkan, dan tak
bisa dipercaya, bahkan oleh sesama dokter bedah.
Canavero mengatakan, dia ingin melakukan transplantasi tubuh untuk
memperpanjang hidup orang-orang yang mengidap penyakit yang tak bisa
disembuhkan. "Jika masyarakat tak menginginkannya, maka saya tak akan
melakukannya. Namun jika masyarakat AS atau Eropa tak menginginkannya, bukan
berarti rencana ini tak bisa dilakukan di tempat lain," kata Canavero.
Jika masalah teknis terkait cara "memasangkan" kepala
manusia hidup ke tubuh yang sudah mati, menghidupkan kembali manusia yang sudah
direkonstruksi, serta melatih kembali otak mereka bisa teratasi, maka problem
berikutnya adalah masalah etika.
Penghalang utama adalah masalah etika. Apakah operasi semacam ini bisa
dilakukan? Tentu saja banyak orang yang tak akan setuju," kata Canavero. Ide
melakukan transplantasi kepala sudah pernah dicoba. Pada 1970, Robert White
memimpin sebuah tim di Universitas Case Western, Cleveland, AS, yang mencoba
mencangkokkan kepala seekor kera ke tubuh kera lainnya.
Para dokter anggota tim itu kemudian terbentur pada masalah pemindahan
saraf tulang belakang. Alhasil, kera itu tak bisa menggerakkan badannya. Sejak
saat itu, upaya melakukan transplantasi kepala nyaris tak pernah terdengar lagi
hingga tahun lalu. Saat itu, para peneliti di Universitas Harbin, China,
membuat sebuah terobosan dengan menggunakan tikus.
Para dokter di Universitas Harbin berharap bisa menyempurnakan teknik
transplantasi mereka sehingga bisa menjadi tonggak dalam sejarah ilmu
kedokteran dan berpotensi menyelamatkan jutaan orang.
Meski Canavero sangat antusias dengan rencananya ini, banyak ahli
bedah dan pakar saraf yakin bahwa masalah teknis masih akan menjadi penghalang
terjadinya transplantasi kepala manusia dalam waktu dekat. Salah satu
kendalanya, saat ini belum ada yang mengetahui cara menyambungkan kembali saraf
tulang belakang dan membuatnya kembali bekerja dengan normal. Jika hal itu bisa
dilakukan, maka orang-orang yang lumpuh akibat cedera di saraf tulang belakang
seharusnya bisa disembuhkan dan bisa kembali berjalan.
"Tak ada bukti yang menunjukkan bahwa hubungan antara saraf dan
otak akan menghasilkan sebuah fungsi motorik setelah transplantasi kepala
dilakukan," kata Richard Borgens, Direktur Pusat Riset Kelumpuhan di
Universitas Purdue, Indiana, AS.
"Ini adalah sebuah proyek yang berlebihan, dan kemungkinan untuk
dilaksanakan sangat kecil," ujar Harry Goldsmith, profesor bedah saraf di
Universitas California Davis, kepada New Scientist.
sumber : kompas.com